BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional
Ada beberapa
teori pembangunan
dan
pertumbuhan
ekonomi regional
yang lazim dikenal, diantaranya :
2.1.1 Teori Basis
Ekspor
Teori
ini
membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu wilayah
atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal
perekonomian
wilayah tersebut dan
sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis
pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis
adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri.
Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu, Asumsi
pokok atau
yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independent)
dalam pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain terikat (dependent)
terhadap
pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti
diluar pertambahan alamiah,
hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan
pendapatan
daerah karena sektor lain terikat oleh
peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya
meningkat
apabila pendapatan
daerah secara
keseluruhan
meningkat. Asumsi kedua adalah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan.
Beberapa hal penekanan dalam model teori basis
ekspor yaitu, antara lain :
a. Bahwa suatu
daerah tidak
harus menjadi
daerah industri untuk dapat tumbuh dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah adalah
keuntungan komparatif
(keuntungan lokasi)
yang
dimiliki
oleh daerah
tersebut;
b. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan bila daerah yang bersangkut an memanfaatkan keuntungan komparatif yang dimiliki
menjadi kekuatan basis
ekspor;
c.
Ketimpangan
antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh
variasi
potensi masing-masing daerah.
Harry W. Richardson dalam bukunya Elements of Regional Economics
(Tarigan, 2005 : 56) memberi uraian sebagai berikut:
dimana :
Yi =
pendapatan daerah
Ei = pengeluaran daerah
Mi = impor daerah
Xi =
ekspor daerah
2.1.2 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori
pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson
pada tahun 1955 (Tarigan, 2005 : 54). Inti dari teori ini adalah menekankan bahwa setiap
daerah
perlu mengetahui sektor
ataupun komoditi apa yang
memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam
maupun
karena sektor itu memiliki
competitive advantage
untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi
dalam waktu relatif singkat dan
sumbangan untuk
perekonomian
juga cukup
besar.
Agar pasarnya
terjamin,
produk
tersebut harus bisa
diekspor
(keluar daerah atau
luar
negeri). Perkembangan
sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang
sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah
membuat sektor-sektor saling terkait dan
saling mendukung. menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain
yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
Selain
itu
perlu diperhatikan
pandangan beberapa
ahli ekonomi (Schumpeter dan ahli lainnya)
yang mengatakan
bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship)
dalam masyarakat. Jiwa
usaha berarti pemilik modal mampu melihat peluang dan mengambil resiko untuk
membuka lapangan kerja baru untuk menyerap angkatan
kerja yang bertambah
setiap tahunnya.
2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) adalah satu satu teori
yang dapat menggabungkan
antara prinsip-prinsip konsentrasi
dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan
salah satu alat untuk mencapai tujuan
pembangunan regional
yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara
kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.
2.1.4 Teori Neoklasik
Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi. Unsur- unsur
yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal,
tenaga kerja, dan
teknologi. Adapun
kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.
2.1.5 Model Kumulatif Kausatif
Model kumulatif
kausatif (Cummulative Causation
Models) dipelopori
oleh Gunnar
Myrdal (1975)
dan kemudian
diformulasikan
lebih lanjut
oleh Kaldor. Teori ini menyatakan bahwa adanya suatu keadaan berdasarkan
kekuatan relatif dari “Spread
Effect” dan
“Back Wash Effect”. Spread Effect
adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar daerah-daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan demikian
mendorong pertumbuhannya.
2.1.6 Model Interregional
Model ini merupakan perluasan dari
teori basis ekspor dengan menambah
faktor-faktor yang bersifat eksogen. Dalam
model ini diasumsikan
bahwa
selain
ekspor,
pengeluaran pemerintah
dan investasi juga bersifat eksogen
dan daerah itu terikat kepada suatu
sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Dengan memanipulasi rumus pendapatan yang
pertama kali
ditulis
Keynes, oleh
Richardson merumuskan model interregional ini menjadi :
dimana :
Yi =
regional income
Ci = regional consumption
Ii = regional investment
Gi =
regional government expenditure
Xi =
regional exports
Mi = regional import
Sumber-sumber perubahan pendapatan
regional (Tarigan, 2005 : 60) dapat
berasal dari :
1. Perubahan
pengeluaran otonomi
regional,
seperti : investasi
dan pengeluaran pemerintah,
2.
Perubahan pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada dalam suatu sistem yang akan terlihat dari perubahan ekspor,
3.
Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model
(hasrat konsumsi marjinal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak
marjinal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar