Halaman

Cedera Kepala

A. Definisi

    Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).

Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.


 

B. Klasifikasi CEDERA KEPALA

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).

2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.

- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.


 

C. Glasgow Coma Seale (GCS)

Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.


 

Skala GCS : Membuka mata : Spontan            4

                 Dengan perintah        3

                 Dengan Nyeri            2

                 Tidak berespon        1

     Motorik :     Dengan Perintah        6

                 Melokalisasi nyeri        5

                 Menarik area yang nyeri    4

                 Fleksi abnormal        3

                 Ekstensi            2

                 Tidak berespon        1

        Verbal :     Berorientasi            5

                 Bicara membingungkan    4

                 Kata-kata tidak tepat        3

                 Suara tidak dapat dimengerti    2

                 Tidak ada respons        1


 

D. Anatomi Kepala

1. Kulit kapala

Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.

2. Tulang kepala

Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).

Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.

3. Lapisan Pelindung otak / Meninges

Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.

- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :

    1. Melindungi otak.

    2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).

3. Membentuk periosteum tabula interna.

- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.

- Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.

Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.

    4. Otak.

Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.

Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.

Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).

5. Tekanan Intra Kranial (TIK).

Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.

Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.

E. jenis-jenis cedera kepala

1. Fraktur tengkorak

Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.

2. Cedera otak dan gegar otak

Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.

Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.


 


 

3. Komosio serebral

Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.

4. Kontusio cerebral

Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).

5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )

Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.

6. Hemotoma subdural

Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.

  • hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau lasersi.
  • Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
  • Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.

7. Hemotuma subaradinoid

Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik.

8. Hemorasi infracerebral.

Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.


 

F. MANIFESTASI KLINIS.

1. Nyeri yang menetap atau setempat.

2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).

4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

5. Penurunan kesadaran.

6. Pusing / berkunang-kunang.

Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler

8. Peningkatan TIK

9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas

10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan


 


 


 


 


 


 


 


 

G. PATHWAYS


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

H. PENATALAKSANAAN

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL

  1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
  2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi
  3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
  4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
  5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
  6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
  7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :

    - Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri

    - Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah

- Lakukan CT scan

Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :

  1. Hematoma epidural
  2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
  3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
  4. Edema cerebri
  5. Pergeseran garis tengah
  6. Fraktur kranium
  7. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan :

    - Elevasi kepala 30

    - Hiperventilasi

    - Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I

    - Pasang kateter foley

    - Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)


 


 


 


 


 

I. NURSING CARE PLAIN


 

  1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
  2. Aktifitas dan istirahat

    Gejala      : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan

    Tanda      : - Perubahan kesadaran, letargi

        - hemiparese

        - ataksia cara berjalan tidak tegap

        - masalah dlm keseimbangan

        - cedera/trauma ortopedi

        - kehilangan tonus otot

b. Sirkulasi

Gejala      : - Perubahan tekanan darah atau normal

    - Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia

c. Integritas ego

Gejala     : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi

d. Eliminasi

Gejala     : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi

e. Makanan/cairan

Gejala     : mual,muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda     : muntah,gangguan menelan

f. Neurosensori

Gejala      :    - Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,vertigo,sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran

-Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya,diplopia,kehilangan sebagain lapang pandang,gangguan pengecapan dan penciuman

Tanda     : - Perubahan kesadran bisa sampai koma

    - Perubahan status mental

    - Perubahan pupil

    - Kehilangan penginderaan

    - Wajah tdk simetris

    - Genggaman lemah tidak seimbang

    - Kehilangfan sensasi sebagian tubuh

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala     ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama

Tanda     : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg hebat,merintih

h. Pernafasan

Tanda     : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,mengi

  1. Keamanan

Gejala     : Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda     : - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung

    - Gangguan kognitif

    - Gangguan rentang gerak

    - Demam

  1. Prioritas Keperawatan
    1. Memaksimalkan perfusi serebral
    2. Mencegah dan meminimalkan komplikasi
    3. Mengoptimalkan fungsi otak
    4. Menyokong proses koping
    5. Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
  2. Tujuan Pemulangan
    1. Fungis cerebral meningkat,defisit neurologi dapat diperbaiki atau distabilkan
    2. Komplikasi tidak terjadi
    3. ADL dpt terpenuhi sendiri atau dibantu ornag lain
    4. Keluarga memahami keadaan yg sebenarnya dan dpt terlibat dlm proses pemulihan
    5. Proses/prognosis penyakit dan penanganan (tindakan dpt dipahami dan mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang terdsedia)

IV. Rencana Tindakan Keperawatan

  1. Dx : Perubahan perfusi serebral berdasarkan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.

    Ditandai dengan :

    - Perubahan tingkat kesadaran ; kehilangan memori

  • Perubahan respons motorik/ sensori, gelisah, muntah
  • Perubahan TTV

Kriteria Hasil :

  • Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognisi, dan fase motorik/ sensori
  • Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK
  • TD = 110/70 – 150/90 mmHg, Nadi 80-100 x/mnt, RR = 16-20 x/mnt, pusing berkurang / hilang


 


 


 


 

TINDAKAN / INTERVENSI 

RASIONALISASI 

1. Kaji ulang tanda-tanda vital klien dan status relirologis klien.


 

2. Monitor tekanan darah, catat adanya hipertensi sistolik secara teratur dan tekanan nadi yang makin berat, obs, ht, pada klien yang mengalami trauma multiple.


 

3. Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi, takikardi atau bentuk disritmia lainya.


 

4. Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme, seperti periode apnea setelah hiperventilasi (pernafasan cheyne – stokes).


 

5. Kaji perubahan pada penglihatan ( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang menyempit dan kedalaman persepsi.


 

6. Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan handuk kecil / bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala


 

7. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas kep. Yang dilakukan dan batasi waktu dari setiap prosedur tersebut.


 

8. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, suara / bunyi-bunyian yang lembut dan sentuhan yang hati dan tepat.


 

9. Perhatiakn adanya gelisah yang menaikkan, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainya.


 

* Kolaborasi

10. Tinggikan kepala pasien 15 – 45 o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi.


 

11. batasi pemberian cairan sesuai indikasi, berikan cairan dengan alat control.


 

12. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi


 

13. Berikan obat sesuai indikasi :

- Diuretik

- Steroid

- Analgetik sedang

- Sedatif

1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan ssp.


 

2. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan tekanan darah distolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, juga diikuti ( yang berhubungan dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang berhubungan dengan trauma multiples) dapat mengakibatkan kerusakan / iskima serebral.


 

3. Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang encerminkan adanya depresi / trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.


 

4. Nafas tidak teratur menunjukkan adanya gangguan serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan nafas buatan.


 

5. Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempngaruhi pilihan intervensi.


 

6. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah lain yang selanjutnya akan meningkat TIK.


 

7. Aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulatif.


 

8. Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan / menurunkan TIK.


 

9. Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK / adanya nyeri ketika pasien tidak mengungkapkan kebutuhan secara verbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi pemacu munculnya TIK saat berikutnya.


 

10. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi kongesti dan edema / resiko terjadinya peningkatan TIK.


 

11. Perbatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral; meminimalkan fruktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK.


 

12. Menurunkan hipoksemia yang mana dapat menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral yang meningkatkan TIK.


 

13.

– Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak TIK.

- Menurunkan inflasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.

- Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat Θ pada TIK tetapi harus digunakan dengan hasil untuk mencegah gangguan pernafasan

- Untuk mengendalikan kegelisahan agitas.


 

  1. Dx. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berdasarkan dengan kerusakan neurovaskuler ( cedera pada pusat pernafasan otak).

    Kriteria hasil :

  • mempertahankan pola pernafasan normal / efektif (16.20 x/ mnt)
  • Tidak ada sianosis
  • Tidak ada sesak nafas
  • GDA salam batas normal pasien

TINDAKAN / INTERVENSI 

Rasional 

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan catat ketidak aturan pernafasan.


 

2. Catat kompetensi refleksi gangguan / menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan nafas sendiri. Pasang jalan nafas sesuai indikasi.


 

3. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.


 

  1. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturanya, posisi miring sesuai indikasi.


 

5. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suatu tambahan yang tidak normal (cractus, rondimengi).


 

6. Pantau penggunaan obat-obat depresan pernafasan seperti sedative.


 

* Kolaborasi

7. Lakukan RO thorax ulang


 

8. Berikan O2


 

9. lakukan fisiotherapi dada jika ada indikasi.


 

1. Perubahan menandakan awitan komplikasi pulmonal/ menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak pernafasan lambat, periode opnea dapat menundakan perlunya ventilasi mekanis.


 

2. Kemampuan memobilisasi / membersihkan sekresi periting untuk pemeliharaan jalan nafas kehilangan refleks menelan dan batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan/ intubasi.


 

3. Mencegah / menurunkan aktifitas


 

4. Untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru menurun adanya kemungkinan sudah jatuh menyumbat jalan nafas.


 

5. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti. Obst jln nafas yang membahayakan oksigerasi serebral / menandakan terjadinya infeksi pasu (komplikasi cedera kepala).


 

6. Dapat meningkatkan gangguan / komplikasi pernafasan.


 

7. Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang / seperti atelektasis, brorchopreumonia.


 

8. Memaksimalkan O2 pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia jika pusat pernafasan tertekan mungkin diperlukan ventilasi mekanik.


 

9. Walau merupakan kontra indikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut, namun tindakan ini sering berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan nafas dan menurunkan renko atelektasis / komplikasi paru lainya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar